Kamis, 05 Mei 2011

Bersyukur

Ada dua orang pelancong asal Swiss yang melakukan pendakian di sebuah gunung. Saat pulang, mereka terpaksa menumpang sebuah mobil rombeng. Jalannya tersendat-sendat karena mesin tuanya.

 Sepanjang jalan, pelancong pertama sibuk mencemaskan kondisi mobil. Ia terbekap rasa kuatir kalau mobil itu mogok di tengah jalan. Ia kuatir kalau bensinnya habis dan tidak ada pom bensin di sana.

 Sementara, pelancong kedua tampak santai-santai saja. Ia begitu menikmati pemandangan indah bukit-bukit di negeri cokelat itu. Bukit-bukit yang pucuknya dihiasi salju putih. Beberapa kali ia mengabadikan keindahan itu dengan kamera pocketnya.

 Setelah satu jam berlalu, akhirnya mobil uzur itu pun tiba di kota yang dituju. “Kok kamu sempat-sempatnya ambil gambar pemandangan itu? Apa kamu tidak cemas?” tanya pelancong pertama. “Apa yang perlu dicemaskan. Seandainya ada masalah, pasti ada jalan keluarnya. Aku suka dengan perjalanan tadi,” kata pelancong kedua.

 Kisah tadi menolong kita untuk memahami bagaimana seringkali kekuatiran membuat kita kehilangan banyak hal yang berharga. Lebih buruknya lagi, seringkali kekuatiran itu tidak terbukti separah yang kita kuatirkan atau malah tidak terbukti sama sekali.

 Seorang guru kebijaksanaan berkata, “Kekuatiran tidak akan menambah sejengkal pun panjang usia kita.” Banyak orang hidup dalam kekuatiran dan cemas mengenai apa yang belum terjadi. Orang sering takut dan tidak tahu apa yang ia takuti. Akhirnya, orang yang seperti ini tidak akan menikmati kehidupan. Kebahagiaan hidup hanya menjadi milik orang-orang yang mampu menikmatinya dengan penuh syukur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar